“Hidupmu akan lebih berwarna dengan adanya IMPIAN, tetapi hidupmu tidak akan pernah lengkap tanpa sosok yang kau sebut TEMAN.” – Anonymous
***
Saya menyebutnya, Pengalaman.
Suatu malam, entah apa yang tengah
merasuki pikiran saya, tiba-tiba saya tergerak untuk melihat kembali foto-foto
yang pernah saya upload di Facebook beberapa tahun silam. Dengan ditemani
suasana malam yang sunyi, saya membuka setiap album foto dan berusaha untuk
tidak melewatkan satu foto pun yang ada di dalamnya, masyarakat kekinian
menyebutnya Stalking. Ya, saya men-stalking diri saya sendiri, bukan orang lain
ataupun orang yang saya kagumi *tumben sekali, hahaha :D*. Setelah hampir
setangah jam berkutat dengan foto-foto lama, tanpa disadari, saya berhenti pada
sebuah foto dan terdiam untuk beberapa saat. Ada banyak hal yang melayang di
dalam pikiran saya ketika saya memandangi foto itu, termasuk beberapa kenangan
yang secara tidak langsung ikut terpanggil dan semakin membuat saya terdiam.
Foto itu diambil beberapa tahun
lalu, saya lupa tahunnya, tetapi saya masih ingat kalau foto itu adalah foto
yang kami ambil di lapangan Jetayu kota Pekalongan. Masih sangat lekat dalam
pikiran saya, kami masih duduk di bangku SMP kala itu dan kami menuju Jetayu
dengan menggunakan angkot (orang Pekalongan menyebutnya minilet). I didn’t
believe it, that was the very first time I used public transportation without
being accompanied by my mom and I totally enjoyed what I was doing at that
time. FYI, I never used public transportation unless I was accompanied by my
mom or she personally asked me to go with her, and I found it “WOW”. Mungkin
kalian akan berpikiran kalau saya “Alay” dan berlebihan, mungkin kalian juga
akan bertanya, “Kok bisa sihh, naik angkot gitu ajaa seneng banget?” atau
pertanyaan lain yang berada di luar prediksi saya.
Yahh, jadi begini kawan… sejak awal
pertama kali masuk TK hingga SMP, saya memilih sekolah yang letaknya tidak
terlalu jauh dari rumah saya atau lebih tepatnya yang masih bisa dijangkau oleh
sepeda dalam waktu 15 menit. Selain itu, saya jarang sekali keluar rumah dan
pergi ke suatu keramaian (katakanlah : Mall, Café, Restaurant dan tampat jeng2
lainnya) tanpa ditemani ayah dan ibu saya. Orangtua kamu over-protective, Na?
Proudly say “No!” They just do what they have to do and they know the very best
way to protect their children.
Lhoh, kamu enggak Gaul dong Na pas
jaman SMP? Enggak pernah main-main gitu kok! Hmm, I don’t seem to be the most
un-Gaul one actually, I just listen to my parents and I ask for permission
whever I wanna go. If they didn’t give me their permission, then I should be
stay at home and do my homework. Once, I spent my whole days in my room, crying
as much as I could and telling the world about how annoying my parents were. I
really felt sorry after that, because I realized one thing, yess… they knew
everything and they never wanted to see me cry unless they did it for some
reasons. I loved them so much and I do adore them, I do respect what they have
done for me, what decision they’ve taken for my future and every rules they’ve
made.
Singkat cerita, kala itu, naik
sebuah angkot tanpa orangtua adalah suatu hal yang baru bagi saya. Terlebih
lagi, pergi ke suatu keramaian tanpa pengawasan beliau adalah sebuah momen yang
sangat langka yang tentu saja akan membutuhkan kecerdikan dan kecerdasan dalam
menyusun kalimat perijinannya *ehh. Anehnya, orangtua saya seperti sudah hafal
betul dengan wajah-wajah mereka yang ada di foto tersebut, meskipun beliau
tidak begitu hafal dengan nama-namanya, tetapi beliau selalu memberikan respon
positif ketika saya bermain dengan mereka. What I wanna say here is… there must
be some reasons that your parents show their truly smile when your friends come
to your house and it seems to be a signal of their permission or their way to
say “Yess, I exactly agree if you go play around with them,”
Kala itu, terik matahari begitu menyengat, kami berlima menuju tempat
pemberhentian angkot dengan ditemani niat dan semangat yang membara. Di sisi
lain, kami masih bertanya-tanya, “Ini kita serius mau ngangkot ke Jetayu? Kalau
ntar kita diculik gimana?” dan entah mengapa, pertanyaan itu seakan memudar
begitu saja ketika angkot yang kami tungu telah tiba. Bergegaslah kami memasuki
angkot, membawa perasaan kami masing-masing dan mengumpulkan kembali niat
berpetualang yang sebelumnya sempat tertutup keraguan. Ya, satu niat kami kala
itu, kami ingin berpetualang, kami ingin mencoba hal baru dan kami berjanji
untuk tidak menyesali keputusan itu.
Di dalam angkot, saya merasa
seperti seorang newbie, katakanlah norak. Saya baru tahu kalau setiap angkot
memiliki kode atau huruf yang melambangkan wilayah mana saja yang bisa dijangkau
oleh angkot tersebut. Nah karena itulah, kamu harus memperhatikan lebih dahulu,
wilayah mana saja yang dilalui oleh angkot tersebut dan kamu tidak bisa dengan
seenaknya mengatakan, “Pak, turunin saya di tempat X yaaa!” atau meminta
diantarkan ke tempat yang mana tidak dilalui oleh wilayah operasi angkot
tersebut. Selain itu, naik angkot adalah salah satu cara untuk menguji
kesabaran kamu. Asli dahh!!! Saya tidak bisa berkomentar dibagian ini, karena
jujur… saya tipikal orang yang tidak sabaran dan naik angkot adalah sesuatu
yang sebenarnya berkebalikan dengan kepribadian saya.
Setelah beberapa puluh menit,
sampailah kami di depan Pasar Banjarsari. Jujur, kami bingung, akan kemanakan
kami? Kami seakan ragu melangkahkan kaki, meskipun hanya satu centi ke depan.
Hingga akhirnya, kami kembali diingatkan dengan niat kami yang sebenarnya
dan petualangan kami pun dimulai disana!
Ya, menjelajahi pasar bersama, jalan kaki dari pasar Banjarsari ke Taman
Jetayu, menyebrang jalan yang dilalui kendaraan-kendaraan yang berlalu-lalang
dengan cepat, semuanya kami lakukan dengan hati riang dan gembira. Meskipun
pada akhirnya kami mengeluh dan teringat dengan rumah, kami merasa bahwa
pengalaman ini adalah pengalaman yang luar biasa.
Mungkin, orang lain akan menganggap
bahwa apa yang saya ceritakan terlalu “berlebihan” dan saya terlalu norak
sampai mengelilingi Jetayu saja dianggap sebagai sesuatu hal yang luar biasa.
Namun, percayalah! Setiap pengalaman istimewa selalu mendapat tempat tersendiri
di dalam hati dan memori pemiliknya. Entah itu sesuatu yang sebenarnya simpel,
sederhana ataupun norak, kamu akan selalu dibuat takjub ketika kamu kembali
mengingatnya dan kamu pasti akan mengatakan, “Wahh, pengalaman itu benar-benar
luar biasa.” dan secara tidak sadar, kamu seperti ingin terlibat lagi dalam
pengalaman itu. Ketika saya SMA, saya dan saudari kembar saya sering sekali
melewati lapangan Jetayu ketika pulang sekolah, lalu di dalam pikiran saya
selalu muncul pertanyaan, “Kok dulu saya lucu sekali yaaa? Ahh, saya ingin kembali
ke masa itu.”
Karena kontributor pengalaman itu
adalah… mereka.
Begitulah sebuah pengalaman, kamu
akan selalu dibuat kagum olehnya. Begitu pula dengan cerita saya di atas, saya
merasa bahagia, entah darimana asal kebahagiaan itu, saya merasa bahwa apa yang
saya lakukan kala itu adalah hal yang luar biasa. Tentu saja, saya semakin
merasa bahagia, karena orang-orang yang terlibat di dalamnya, adalah
orang-orang yang hingga sekarang masih setia mengisi kehidupan saya. Mereka
adalah teman yang saya jaga, saya rawat, dan tidak akan pernah saya hilangkan
keberadaannya dari dalam diri saya. Ya, mereka adalah teman yang sudah tahu
betul seperti apa karakter saya, termasuk tipikal saya yang pemarah, moody dan
tidak sabaran (ini kenapa isinya kejelekan saya mulu? Hahaha :D).
Yukk, simak sedikit – atau mungkin
terlalu banyak dibilang sedikit – cerita
yang membuat kontributor dalam pengalaman itu begitu berharga bagi saya.
Mereka adalah Nurilma Maulida,
Nisaul Mufida, Qurrota Ainina, dan yang terakhir adalah saudari kembar saya
tercinta, Arikhna Rizqiyana. Mereka adalah teman yang banyak mengisi masa-masa
SMP saya. Kala itu, kami bertemu di sebuah kesempatan yang dinamakan “daftar
ulang” atau lebih tepatnya, hari pertama dimana saya menginjakkan kaki saya di
SMP Negeri 14 Pekalongan. Entah disadari atau tidak, kami menjadi sangat akrab
kala itu, mungkin karena nasib kami sama. Ya, kami adalah siswa yang diterima
dari area Kabupaten. FYI, pada saat itu, kebijakan dari Kotamadya mengatakan
bahwa siswa yang berasal dari luar kota/kabupaten, hanya diberikan jatah kuota
sekitar 15-20% dari seluruh siswa yang diterima. Secara singkat, sistem ini
mungkin hampir sama dengan yang dinamakan Putera Daerah.
SMP Negeri 14 adalah SMP yang tercatat
dalam daftar SMP terbaik di kota Pekalongan. Bisa dibilang, SMP ini masih tercantum
dalam daftar lima SMP Negeri terbaik se-kota Pekalongan, meskipun letaknya
belum diketahui oleh banyak orang. Tak heran jika SMP ini menjadi salah satu SMP
yang dituju oleh orang-orang terbaiknya kabupaten termasuk Kajen, Doro, Buaran,
Kedungwuni, dan daerah kabupaten lainnya. Nahh, bisa dibayangkan kan, bagaimana
sulitnya masuk SMP tersebut, terlebih dari kabupaten hanya dijatah 15-20% dari
total kuota dan prestasi saya di SD tidak terlalu mencolok (jujur, saya tidak
memiliki piagam kala itu, hanya berbekal piagam pesta siaga saja -__-). Enggak
salah juga kan, ketika saya bertemu dengan orang kabupaten, saya merasa
seperti, “Ahh, sepertinya perjuangan saya tidak jauh beda dengan perjuangan
mereka,” dan saya merasa bahwa saya bukanlah satu-satunya orang yang beruntung
di sana.
Selama tiga tahun, kami selalu
bersama. Meskipun kami terpisah kelas, kami selalu berkumpul dan mengobrol
terlebih dahulu ketika kegiatan belajar mengajar (KBM) telah berakhir. Kok
bisa? Kami pun tidak mengetahui alasan pastinya, kami hanya bertemu ketika
daftar ulang, lalu kami menjadi begitu akrab selama tiga tahun di SMP. Kami
sering menghabiskan waktu liburan bersama, belajar bersama, sharing tugas dan
membantu jika salah satu dari kami mengalami kesulitan dengan salah satu mata
pelajaran. Tak hanya itu, kami juga sering menghabiskan waktu kegilaan kami
bersama, termasuk tertawa tanpa alasan dan bergosip-ria.
Karena keberadaan mereka yang
terlalu sering di hidup saya itulah yang membuat saya merasa kurang jika tidak
bertemu dengan mereka. Kami terpisah SMA, otomatis intensitas kami untuk
bertemu menjadi berkurang dan kami sibuk dengan kegiatan kami masing-masing.
Namun, ada satu hal yang membuat saya bahagia dengan ikatan ini, entah disadari
atau tidak, kami selalu menyempatkan diri untuk sekadar bertemu dan
bercengkerama saat liburan tiba. Seperti sebuah kutipan yang saya ambil dari
sebuah blog.
Ya, seperti itulah ikatan kami.
Kami tidak sering bertemu ataupun berbicara, tetapi kami selalu kembali hanyut
dalam keasyikan ketika kami bertemu. Kami tidak sering menyapa, tetapi kami
tidak pernah sungkan untuk meminta bantuan dan memberikan bantuan ketika salah
satu di antara kami membutuhkannya. Begitulah kami, meskipun kalimat “Ahh,
sombong!” atau “Ciyee sibuk!” selalu terlontar dari mulut kami, kami selalu
kembali menjadi teman dekat yang kemudian
menjadi tempat untuk mencurahkan segalanya. Jujur saja, mereka adalah
teman, yang bahkan di WA (WhatsApp) pun secara eksklusif kami bentuk grup yang
hanya kami saja anggotanya. Keren bukan? Ahh, menulis tentang mereka, membuat
saya merindukan mereka, merindukan rumah, dan kenangan yang selama beberapa
tahun ini telah kami ciptakan bersama.
Mereka dan Ikatan ini, ibarat sebuah rumah
bagi saya. Meskipun saya menjauh, saya berusaha untuk menjaga jarak, saya
berkeliling ke banyak daerah dan menemukan teman-teman baru, entah disadari
atau tidak, mereka selalu menjadi tempat dimana pada akhirnya saya selalu ingin
kembali, apapun alasannya. Seperti sebuah rumah, sejauh apapun kamu pergi, kamu
selalu merindukan segala suasana dan kehangatan yang kamu dapatkan di dalamnya.
Mereka, kegilaan yang saya habiskan
bersama mereka, termasuk kisah-kisah yang sudah saya rangkai bersama mereka,
semuanya tidak akan pernah menghilang begitu saja dari dalam memori saya. Saya berharap,
benar-benar berharap dengan sepenuh hati saya, kegilaan ini akan terus
berlanjut dan entah kapan berakhir, masa itu masih akan sangat jauh di ujung sana. Ya, karena ikatan ini, saya menginginkan kehadirannya hingga di alam keabadian kelak. I do love you guys, lets make our great story together and see you on top! :)
With love,
Good :D
ReplyDeleteKangen mereka, kangen kampung halaman, dan kangen masa lalu :')
ini perlu dibales? :D hahahaaa
Delete